Rabu, 06 April 2016

Menggerutu

30 September 2009 sekitar jam 5 sore, sebuah gempa tektonik mengguncang wilayah barat pulau Sumatera. Kekuatannya sekitar 7,6 skala richter, sekitar 45 km dari garis pantai pesisir pariaman. Kroban meninggal terhitung ratusan orang, ribuan luka luka dan ratusan ribu bangunan rumah, sekolah dan rumah sakit serta fasilitas umum lainnya rusak berat. Sampai dengan tanggal 30 October 2009, sekitar 8 titik pengungsian permanent telah teridentifikasi di kabupaten Pariaman dan Agam. Lebih kurang 6,500 jiwa mengungsi karena kampungnya sama sekali hilang ditelan lumpur longsor.
Tanggal 3 Oktober (tepat 3 hari setelah kejadian) saya mendapatkan telfon untuk membantu tim di lokasi bencana, mencari tau kebutuhan pendidikan untuk anak anak korban gempa. Tanggal 4 Oktober saya mulai berangkat ke lokasi dan bersama satu orang teman kantor berangkat dengan pesawat yang sama dari Medan ke Padang.
Perasaan yang ada saat itu adalah sangat senang sekali, karena selain sumatera barat adalah kampung halaman, keinginan kuat untuk turut belajar tentang pendidikan tanggap darurat ada di benak saya.
Sekitar pukul 7 malam kami tiba di kantor sementara organisasi tempat saya bekerja. Ada beberapa wajah lama dan banyak wajah baru. Semuanya kelihatan letih, banyak yang baru selesai distribusi bantuan dan banyak yang baru selesai seliweran rapat rapat koordinasi dan penggalangan dana. Sempat terlintas rasa tak enak, saya tiba di kantor langsung istirahat ngopi, sementara korban masih banyak yang belum tertangani. Akan tetapi protap tanggap darurat ada diberlakukan, saya pun akhirnya menghabiskan kopi segelas sambil menunggu instruksi dari team leader.
Team leader kami berasal dari Australia; spesialis tanggap bencana yang sudah melanglang buana ke banyak lokasi bencana alam dan peperangan. Sangat apresiatif sebagai atasan dan sangat bersimpati sebagai pekerja kemanusiaan. Saya suka caranya menghargai orang.
Sebulan berlalu sejak gempa terjadi, banyak hal yang kami sudah coba lakukan. Demikianpun, saya mulai menggerutu...
Menggerutu karena banyak pekerja yang datang dari luar (ex patriate) yang tidak memiliki pengalaman tanggap bencana datang dan mencoba mengatur teman teman di lapangan tanpa tujuan yang jelas. Saya sedih karena orang orang saya (Indonesia) yang sudah sekian daerah bencana dibantunya mendapatkan petunjuk dan arahan yang tidak jelas arah dan kebutuhannya. Semakin jelas belakangan, arah dan tujuannya adalah mencari dana!
Saya sedih, saya marah, tapi saya tak berdaya karena dilema.. Satu sisi kita memang butuh dana untuk membantu korban secara sistematis dan struktural, satu sisi karena saya pun berada di lingkaran pencari dana itu.. Saya hanya bisa menggerutu.. saya ingin membantu. Saya ingin tangan Tuhan menolong saya dan memberikan kekuatan untuk mempertahankan idealisme kita orang Indonesia untuk mapan dan mandiri bahkan di situasi paska gempa bumi..!
Kadang saya berfikir, ada baiknya bergabung di tempat yang tidak profesional saja! Lebih lepas dan tidak banyak kepentingan...'Entahlah.. Namanya orang menggerutu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar