Senin, 27 April 2009

Sholat Jum'at di kampung saya...

Ditulis pada tanggal 27 April 2009, di Lhokseumawe, Aceh

Waktu kecil almarhum papa sering mengajak saya sholat Jum'at di Masjid yang didirikan oleh Atuk (kakek) di sebuah kampung yang bernama Sei Segiling. Kebiasaan ini, alhamdulillah terbawa-bawa oleh kami para anak lelaki papa walau dia telah berpindah alam. Saya ingat sekali bahwa papa akan mendiamkan komentar saya yang bertanya kenapa kita harus ke kampung hanya untuk Jum'atan dan melewati banyak mesjid di perjalanan antara rumah kami dengan mesjid di kampung. Papa biasanya cuma bilang, papa lebih sreg di sana...
Pendidikan agama yang sempat saya pelajari di sebuah pesantren 'modern' di Medan membuat saya sering bertanya-tanya tentang perihal bahasa khutbah yang digunakan di masjid di kampung saya itu. Bagaimana bisa pesan Jumat disampaikan ke pendengar jika khutbahnya disampaikan dalam bahasa Arab?
Di masjid di kampung saya, biasanya, selesai sholat Jum'at, kami tidak langsung beranjak dari Masjid, karena keluarga paman saya yang sekarang meneruskan pengajian dari Atuk akan membagikan secangkir teh atau kopi kepada seluruh jamaah dan sesekali ditemani dengan gorengan atau makan nasi / lontong jika ada yang berhajat sedekah. Sembari menikmati minuman dan makanan, paman akan bercerita tentang penggalan hikmah-hikmah; adab, ushul, manthiq, dll. Biasanya pesan-pesan sekitar kehidupan kita di dunia dan setelah dunia; berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu dan kewajibannya, sampai masalah-masalah fiqih. Alhasil, biasanya jama'ah akan pulang dengan rasa tentram serta perut kenyang karena lahir dan bathin kami diperkaya olehNya sebab paman. Sunnguh suasana yang sangat menentramkan.
Saya kemudian bergumam, seandainya seluruh masjid punya tradisi seperti ini. Orang mungkin tidak akan cepat-cepat meninggalkan masjid ketika selesai Jum'at. Orang tidak akan membicarakan politik dan seluk beluk duniawi di forum masjid seperti Jumat. Saya tidak perlu risau jika khutbah Jum'at disampaikan dalam bahasa Arab, toh orang tetap merasa tentram sepulang Jum'atan.
Sempat sekali saya bertanya pada paman seputar khutbah Jum'at dalam bahasa Arab, dia kembali bertanya pada saya: " Santri, menurut kamu rukun Jumat ada berapa? apakah Khutbah Jum'at termasuk dalam rukun atau syarat?" Saya kemudian mencoba menjawab bahwa rukun Jum'at saya tidak tahu ada berapa lengkapnya dan bahwa khutbah Jumat adalah termasuk rukun Jumat.
Paman lalu menjelaskan bahwa, berbeda dengan khutbah 'Id, khutbah Jumat dilaksanakan sebelum sholat dilaksanakan dan dia termasuk rukun yang berbeda dengan khutbah 'Id sebagai syarat. Dan karena rukun sholat tidak ada satupun yang menggunakan bahasa di luar bahasa Arab, makanya khutbah Jumat kita jaga di sini dalam bahasa Arab, bahkan teksnya tidak pernah kita ganti. Karenanya, orang yang terlambat masuk Jum'at sesudah khatib naik mimbar, maka dia kehilangan kesempatan untuk sholat Jumat. Wallahu A'lamu bisshawwaab.
Ah.. saya rindu untuk bisa kembali sholat Jumat di sana. Permudahlah ya Allah..

Jumat, 24 April 2009

Apa salahnya memuja Rasulullah?

Ditulis pada tanggal 24 April 2009 di Lhokseumawe, Aceh

Di perjalanan dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh kemaren, saya dan seorang teman tiba-tiba terjebak di pembicaraan tentang menangis di depan makam Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasalam. Saya terkejut ketika mendengar dari teman saya bahwa orang Islam yang menangis di depan makam Rasululullah di Masjid Nabawi akan dipukul oleh 'Askar' masjid dari kerajaan Saudi? Betapa sedih dan terhenyak saya mendengar informasi ini! Bagaimana boleh, kita dilarang untuk mengekspresikan rasa cinta kita kepada junjungan alam; Rasululullah Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasalam!
Mencintai dan memuja seseorang yang menghabiskan seluruh waktu dan bahkan nyawanya untuk kepentingan umatnya demi tegaknya sebuah kebenaran yang hak dan absolute sehingga saya, Anda dan kita semua bisa mencari dan menikmati hidup yang hak di zaman ini!
Sangat humanis, seseorang yang memuja sesuatu, akan memberikan seluruh rasa dan bahkan nyawanya untuk yang dipuja! Banyak fakta sejarah yang mengajarkan kita tentang hal ini; mulai dari yang sangat populer; Kisah cinta matinya Romeo dan Juliet, atau tragedi meninggalnya ratusan penggemar Liverpool di tahun 80an karena membela kekalahan Liverpool, atau yang sering kita jumpai di koran-koran pos metro tentang matinya seoang laki-laki atau perempuan karena putus cinta? Apalagi pemujaan itu ditujukan kepada yang hak: Allah dan Rasulnya! Kematian Siti Masyitah di kancah kualinya Fir'aun, sabarnya Bilal bin Rabbah atas himpitan batu kaum Quraish, dan lain-lain..
Banyak memang yang menyalah artikan makna pemujaan! Bahwa yang boleh dipuja hanya Allah, bukan manusia lain walaupun berpredikat nabi serta Rasul. Hanya saja saya selalu bertanya, bagaimana bisa sebuah hukum Allah dapat terjadi tanpa sebab! "Likulli syaiin sababa!" Segala sesuatu akan terjadi karena sebab! Rasululllah SAW menjadi penyebab tersampaikannya kesempurnaan hukum Allah. Seperti halnya orang tua menjadi penyebab terlahir dan tumbuhnya seorang anak. Apa yang salah dengan mencium tangan ibu atau ayah kita? Atau menangis di makam mereka (jika mereka sudah tiada)?
Seandainya aku sampai di makammu nanti ya Rasulullah..izinkan aku tetap menangis sebagai bentuk kerinduanku walau pukulan harus kuterima!
Wallahua'lamu bisshawwaab!